Mengenal Rasuna Said, Singa Podium Penentang Poligami
Hijaz.web.id - Hajjah Rangkayo Rasuna Said adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia dan juga merupakan pahlawan nasional Indonesia. Namun, sayang tidak sedikit masyarakat yang tahu seperti apa perjuangan beliau pada masanya.
Perempuan asli Minangkabau ini menolak dijodohkan dengan lelaki yang bukan pilihan hatinya, apalagi didimadu dengan lelaki yang sudah beristri. Berbeda dengan Kartini, yang demi menghormati orangtua terpaksa dinikahkan dengan Bupati Rembang yang pernah kawin tiga kali.
Dalam buku Haji Rangkayo Rasuna Said: Pejuang Politik dan Penulis Pergerakan (2002), Rasuna Said menikah pada 1929, ketika usianya menginjak 19. Ia menerima pinangan laki-laki yang pernah menjadi mentornya, Duski Samad.
Namun, Sebagian orang di keluarganya menentang pernikahan itu lantaran adanya perbedaan status sosial yang masih dipandang sangat penting dalam adat Minang kala itu. Duski Samad memang taat beragama, cerdas pula, namun berasal dari keluarga biasa. Kendati demikian, ia menentang kehendak keluarga yang tidak memberinya restu, beliau dan Duski tetap menikah.
Pernikahan itu ternyata tidak bertahan lama, pasangan ini terpaksa berpisah. Entah apa yang sebenarnya terjadi antara Rasuna Said dan Duski Samad sehingga perceraian itu terjadi. Yang jelas, ia rela melepaskan suaminya ketimbang dimadu, seperti diungkapkanya dalam bentuk sajak yang dikutip dari buku The Indonesian Women Struggle and Achievments karya Cora Vreede-de Stuers (1970).
Itu memang ketentuan adat
Agama pun menetapkan demikian
Biarkan suamimu pergi dengan tenang
Biarkan ia tersenyum dan bernyanyi
Dan kau jangan sakit hati
Tahun 1930, Soematra Thawalib melahirkan PERMI (Persatuan Muslimin Indonesia). Rasuna Said pun menjadi salah satu perintisnya. Selain itu, Rasuna mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan PERMI, juga memimpin sekolah Kursus Putri dan Normal Kursus di Bukittinggi. Bersama PERMI, Rasuna kerap menyampaikan orasi yang isinya mengecam pemerintah kolonial. Bahkan, tak jarang pidatonya dihentikan paksa oleh aparat.
Ketika Rapat Umum PERMI di Payakumbuh pada 1932. Saat Rasuna berpidato, datang aparat yang memaksanya berhenti. Ia pun ditangkap, diajukan ke pengadilan kolonial, kemudian dipenjara selama 1 tahun 2 bulan di Semarang dengan dakwaan spreekdelict. Rasuna adalah perempuan Indonesia pertama yang dibui karena tuduhan ujaran kebencian.
Bebas dari terali besi, Rasuna kembali ke Sumatera Barat untuk melanjutkan studi di Islamic College pimpinan Mochtar Djahja dan Koesoemah Atmadja di Padang. Selanjutnya ia pindah ke Medan dan memulai gebrakannya di kancah jurnalistik bersama sejumlah majalah atau suratkabar, termasuk Suntiang Nagari, Raya, Menara Poeteri, dan lainnya. Di Medan pula, Rasuna mendidikan sekolah keputrian.
Kemerdekaan wanita bagi Kartini adalah bebas dari masa pingitan dan kungkungan adat yang menyiksa. Namun, bagi Rasuna, apa yang menjadi cita-cita Kartini itu belumlah cukup.
Menurut Rasuna Said, perempuan Indonesia harus mulai memikirkan tentang gagasan kebangsaan, harus ikut serta dalam perjuangan untuk mewujudkan kemerdekaan. Rasuna berpendapat, Indonesia tidak akan pernah bisa merdeka jika para wanitanya masih terbelakang. Kaum perempuan di Indonesia wajib berpikiran maju seperti kaum pria.
(Tulisan ini disadur dari berbagai sumber)
hijaz.web.id